Jumat, 18 Februari 2011

RUMPUT LAUT

1 | Artikel Skripsi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UB
PENGARUH JARAK TANAM YANG BERBEDA TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN
Eucheuma cottonii DENGAN METODE LEPAS DASAR DI PERAIRAN TELUK
GERUPUK, LOMBOK TENGAH, NUSA TENGGARA BARAT (NTB)
ARTIKEL SKRIPSI
MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
BUDIDAYA PERAIRAN
OLEH :
MOH. AWALUDIN ADAM
NIM. 0610850049
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
MALANG
2010
2 | Artikel Skripsi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UB
PENGARUH JARAK TANAM YANG BERBEDA TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN
Eucheuma cottonii DENGAN METODE LEPAS DASAR DI PERAIRAN TELUK
GERUPUK, LOMBOK TENGAH, NUSA TENGGARA BARAT (NTB)
Artikel Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya
Oleh :
MOH. AWALUDIN ADAM
NIM. 0610850049-85
MENGETAHUI, MENYETUJUI,
KETUA JURUSAN DOSEN PEMBIMBING I
Dr. Ir. HAPPY NURSYAM, MS. Ir. PURWOHADIJANTO
NIP. 19600322 198601 1 001 NIP. 19480920 198103 1 001
Tanggal: Tanggal:
MENYETUJUI,
DOSEN PEMBIMBING II
Ir. M. RASYID FADHOLI, M.Si.
NIP. 19520713 198003 1 001
Tanggal:
3 | Artikel Skripsi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UB
Pengaruh Jarak Tanam yang Berbeda Terhadap Laju Pertumbuhan Eucheuma Cottonii
Dengan Metode Lepas Dasar di Perairan Teluk Gerupuk, Lombok Tengah, Nusa
Tenggara Barat (NTB)
Oleh :
Moh. Awaludin Adam*
Purwohadijanto**
M. Rasyid Fadholi**
Proximity Effect of Different Plant Growth Rate Eucheuma cottonii Remove Method
Gerupuk Gulf Elementary, Central Lombok, West Nusa Tenggara (NTB)
By :
Moh. Awaludin Adam*
Purwohadijanto**
M. Rasyid Fadholi**
Abstrak
Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah rumput laut
atau dikenal dengan nama lain ganggang laut, seaweed atau agar-agar. Salah satu jenis
rumput laut yang sudah dibudidayakan secara intensif di wilayah perairan pantai adalah
Eucheuma cottonii. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jarak ikat tanam yang
sesuai untuk pertumbuhan Eucheuma cottonii di perairan Teluk Gerupuk dengan metode
lepas dasar. Rancangan percobaan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok
(RAK) karena berlangsung pada kondisi lapang dengan 4 perlakuan jarak ikat yang berbeda
yaitu perlakuan A (15 cm), perlakuan B (20 cm), perlakuan C (25 cm) dan perlakuan D (30
cm). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa jarak ikat tanam yang berbeda pada
rumput laut jenis Eucheuma cottonii menunjukkan hasil yang berbeda sangat nyata terhadap
metode tanam lepas dasar. Perlakuan A (dengan jara 15 cm) memberikan pertumbuhan
paling tinggi dengn hasil analisa regresi didapatkan persamaan linier pada pertumbuhan
mutlak y = 125,07–2,424x dengan nilai R2 = 0,99 dan pada laju pertumbuhan y = 108.53–
0.177x dengan nilai R2 = 0,97. Pada penelitian ini disarankan untuk menerapkan
penanaman rumput laut dari jenis Eucheuma cottonii dengan metode lepas dasar sebaiknya
berjarak 15 cm pada jarak ikat tanam dengan bobot tanam 100 gram.
Kata kunci : Eucheuma cottonii, jarak ikat tanam, pertumbuhan
Abstrack
One Indonesian marine living resources are potentially enough seaweed or other
known marine algae, seaweed or agar-agar. One type of seaweed that has been cultivated
intensively in the inshore areas is Eucheuma cottonii. The purpose of this study is to
determine the appropriate planting distances tied to the growth of Eucheuma cottonii in the
waters off the Gulf Gerupuk basic method. The experimental design in this study was
Randomized Block Design (RAK) since going on the field conditions with four different
bonding distance treatment is treatment A (15 cm), treatment of B (20 cm), treatment C (25
cm) and treatment D (30 cm). From this research we can conclude that the distance bunch
of different plant species Eucheuma seaweed cottonii showed a highly significant difference
on the planting method freelance basis. Treatment A (with the auger 15 cm) gave the highest
growth with less result of linear regression analysis obtained in the growth equation y =
125.07-2.424 x absolute value of R2 = 0.99 and the growth rate y = 108.53-0.177x R2 value
= .97. In this study recommended to implement the planting of the species Eucheuma
seaweed cottonii freelance basis method is better at a distance of 15 cm with a weight belt
planting planting 100 grams.
Keyword : Eucheuma cottonii, belt planting distance , growth
*Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan yang sedang menempuh semester akhir
**Dosen pembimbing Skripsi
4 | Artikel Skripsi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UB
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumber daya kelautan berperan
penting dalam mendukung
pembangunan ekonomi daerah dan
nasional. Sumber daya kelautan
tersebut mempunyai keunggulan
komparatif karena tersedia dalam
jumlah yang besar dan beraneka ragam
serta dapat dimanfaatkan dengan biaya
eksploitasi yang relatif murah sehingga
mampu menciptakan kapasitas
penawaran yang kompetitif (Syafikri,
2009).
Rumput laut merupakan salah satu
sumber devisa negara dan sumber
pendapatan bagi masyarakat pesisir.
Selain dapat digunakan sebagai bahan
makanan, minuman dan obat-obatan,
beberapa hasil olahan rumput laut
seperti agar-agar, alginat dan karaginan
merupakan senyawa yang cukup
penting dalam industri (Istini, 1998
dalam Bawa, Putra dan Ida, 2007).
Masyarakat sekitar pantai telah
mengenal dan memanfaatkan rumput
laut dalam kehidupan sehari-hari, baik
sebagai bahan obat tardisional maupun
bahan makanan. Selain itu rumput laut
juga dimanfaatkan untuk kesehatan
(Susanto, 2009).
Saat ini rumput laut di Indonesia
banyak dikembangkan di pesisir pantai
Bali dan Nusa Tenggara. Mengingat
panjangnya garis pantai Indonesia (+
81.000 km), maka peluang budidaya
rumput laut sangat menjanjikan. Jika
menilik kebutuhan pasar dunia ke
Indonesia yang setiap tahunnya
mencapai rata-rata 21,8 % dari
kebutuhan dunia, sekarang ini
pemenuhan untuk memasok permintaan
tersebut masih sangat kurang, yaitu
hanya berkisar 13,1%. Rendahnya
pasokan dari Indonesia disebabkan
karena kegiatan budidaya yang kurang
baik dan kurangnya informasi tentang
potensi rumput laut kepada para petani
(Putra, 2008).
Dalam upaya mengembangkan
usaha budidaya rumput laut yang sesuai
dengan kondisi biofisik dan sosial
ekonomi nelayan di Nusa Tenggara
Barat (NTB), Instalasi Penelitian dan
Pengkajian Teknologi Pertanian (IP2TP)
Mataram melakukan pengkajian
budidaya rumput laut Eucheuma cottonii
selama 2 tahun, yaitu pada bulan Juli
1996 sampai dengan Maret 1997 di
Teluk Serewe dan April 1997 sampai
dengan Maret 1998 di Teluk Ekas,
Kabupaten Lombok Timur. Hasil
pengkajian di Teluk Serewe
menunjukkan bahwa budidaya rumput
laut Eucheuma cottonii menggunakan
rakit terapung ukuran 10 m x 10 m,
memberikan laju pertumbuhan dan
produktivitas yang tertinggi di lokasi
tersebut. Waktu tanam yang optimal
adalah bulan April s/d September.
Sedangkan hasil pengkajian di Teluk
Ekas menunjukkan bahwa budidaya
5 | Artikel Skripsi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UB
rumput laut yang menggunakan rakit
terapung ukuran 5 m x 5 m dan 5 m x 10
m, memberikan laju pertumbuhan dan
produktivitas yang tertinggi dengan
waktu tanam yang optimal adalah April
s/d September (Nazam, Prisdiminggo
dan Arief, 2004). Sehingga perlu
dilakukan suatu penelitian mengenai
jarak ikat tanam yang memberikan laju
pertumbuhan optimal untuk diterapkan
pada setiap metode budidaya rumput
laut, baik secara lepas dasar maupun
menggunakan rakit apung.
Menurut Anggadiredja, Achmad,
Heri dan Sri, (2006) klasifikasi dari
Eucheuma cottoniI adalah sebagai
berikut :
Divisio : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Bangsa : Gigartinales
Suku : Solieriaceae
Marga : Eucheuma
Jenis : Eucheuma cottonii
(Kappaphycus alvarezii)
Rumput laut merupakan
ganggang yang hidup di laut dan
tergolong dalam divisio rhodophyta.
Keseluruhan dari tanaman ini
merupakan batang yang dikenal dengan
sebutan thallus, bentuk thallus rumput
laut bermacam-macam, ada yang bulat
seperti tabung, bulat seperti kantong,
rambut dan lain sebagainya. Thallus ini
ada yang tersusun hanya oleh satu sel
(uniseluler) atau banyak sel
(multiseluler). Percabangan thallus ada
yang thallus dichotomus (dua-dua terus
menerus), pinate (dua-dua berlawanan
sepanjang thallus utama), pectinate
(berderet searah pada satu sisi thallus
utama) dan ada juga yang sederhana
tidak bercabang. Sifat substansi thallus
juga beraneka ragam ada yang lunak
seperti gelatin (gelatinous), keras diliputi
atau mengandung zat kapur
(calcareous}, lunak bagaikan tulang
rawan (cartilagenous), berserabut
(spongeous) dan sebagainya (Soegiarto
dan Putra, 1978 dalam Kamlasi, 2009).
Lebih lanjut menurut Kamlasi
(2009), ciri-ciri Eucheuma cottonii
adalah thallus dan cabang-cabangnya
berbentuk silindris atau pipih,
percabangannya tidak teratur dan kasar
(sehingga merupakan lingkaran) karena
ditumbuhi oleh nodulla atau spine untuk
melindungi gametan. Ujungnya runcing
atau tumpul berwarna coklat ungu atau
hijau kuning. Spine Eucheuma cottonii
tidak teratur menutupi thallus dan
cabang-cabangnya. Permukaan licin,
cartilaginous, warna hijau, hijau kuning,
abau-abu atau merah. Penampakan
thallus bervariasi dari bentuk sederhana
sampai kompleks.
Eucheuma cottonii, dari divisio
algae merah dan marga Eucheuma
umumnya tumbuh di daerah pasang
surut (intertidal) atau daerah yang selalu
terendam air (subtidal) melekat pada
substrat di dasar perairan. Persyaratan
lain untuk tumbuhnya jenis ini adalah
adanya gerakan air, cahaya yang cukup
untuk terjadinya variasi suhu dan
6 | Artikel Skripsi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UB
memperoleh aliran air laut yang tetap.
Kondisi tersebut sangat ideal untuk
perairan yang memiliki pantai dengan
daerah pasang surut yang relatif luas
dengan pasokan aliran air yang tetap,
sehingga pada saat surut daerah pantai
tidak mengalami kekeringan. Selain itu
pantai-pantai juga memiliki tingkat
pencahayaan matahari yang sangat
banyak yang memungkinkan adanya
variasi suhu yang cukup untuk
kebutuhan budidaya jenis Eucheuma
tersebut (Anonymous, 2009a).
Sedangkan Aslan (1998) menyatakan
bahwa umumnya Eucheuma cottonii
tumbuh dengan baik di daerah pantai
terumbu (reef). Habitat khasnya adalah
daerah yang memperoleh aliran air laut
yang tetap, variasi suhu harian yang
kecil dan substrat batu karang mati.
Proses fotosintesa rumput laut tidak
hanya dipengaruhi oleh sinar matahari
saja, tetapi juga membutuhkan unsur
hara dalam jumlah yang cukup baik
makro maupun mikro. Unsur hara ini
banyak didapatkan dari lingkungan air
yang diserap langsung oleh seluruh
bagian tanaman. Untuk mensuplai unsur
hara ini biasanya dilakukan pemupukan
selama budidaya. Untuk membantu
menyediakan unsur hara dalam jumlah
yang optimal dan supaya cepat diserap
oleh rumput laut ini, maka harus
disediakan unsur hara yang sudah
dalam keadaan siap pakai (ionik) (Putra,
2008).
Dalam pertumbuhannya rumput laut
memerlukan cahaya matahari untuk
proses photosynthesa, karena itu
meskipun hidupnya di bawah
permukaan laut tetapi yang tidak terlalu
dalam. Pada umumnya rumput laut
terdapat di sekitar pantai dalam jumlah
dan jenis beragam, namun hanya
beberapa jenis saja yang dapat dimakan
karena alasan rasa. Agar tidak rancu
mengenai rumput laut, rumput laut yang
dimaksud tersebut adalah
phaecophcease dan rhodophycease.
Walaupun sebenarnya ada puluhan
jenis rumput yang tumbuh di perairan
Indonesia. Ada beberapa jenis yang
sudah dikenal atau diperdagangkan di
luar maupun dalam negeri, baik yang
tumbuh secara alamiah maupun yang
telah dibudidayakan, diantaranya adalah
jenis Eucheuma, Glacilaria dan Gelidium
dengan beberapa speciesnya
(Anonymous, 2009b).
1.2 Perumusan Masalah
Dari permasalahan di atas, dapat
dirumuskan beberapa masalah yang
ada yaitu:
 Terdapat perbedaan antara masingmasing
perairan di Indonesia
terutama terhadap pertumbuhan
rumput laut jenis Eucheuma cottonii
 Jarak ikat tanam yang berbeda
menjadi salah satu faktor yang
berpengaruh dalam pertumbuhan
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui :
7 | Artikel Skripsi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UB
 Jarak ikat tanam yang sesuai untuk
pertumbuhan Eucheuma cottonii di
perairan Teluk Gerupuk dengan
metode lepas dasar
 Jarak ikat tanam yang memberikan
hasil pertumbuhan yang terbaik dan
optimal bagi pertumbuhan
Eucheuma cottonii
1.4 Kegunaan Penelitian
Dari hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi
tentang :
 Metode yang sesuai untuk
diterapkan dalam budidaya rumput
laut jenis Eucheuma cottonii
 Standar kualitas rumput laut yang
diterapkan oleh industri pada
pembudidaya rumput laut dengan
metode lepas dasar
1.5 Hipotesis
Ho : Diduga dengan jarak tanam yang
berbeda tidak berpengaruh
terhadap laju pertumbuhan
Eucheuma cottonii dengan metode
lepas dasar di Perairan Teluk
Gerupuk.
H1 : Diduga dengan jarak tanam yang
berbeda berpengaruh terhadap
laju pertumbuhan Eucheuma
cottonii dengan metode lepas
dasar di Perairan Teluk Gerupuk.
1.6 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di
lokasi uji coba budidaya rumput laut
Balai Budidaya Laut (BBL) Lombok,
Stasiun Gerupuk, Teluk Gerupuk, Praya,
Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat
(NTB), pada bulan Februari 2010
sampai April 2010.
2. METODE PENELITIAN
2.1 Materi Penelitian
2.1.1 Alat-alat penelitian
Peralatan yang digunakan pada
penelitian ini antara lain patok (besi dan
bambu), timbangan dapur (khitchen
scale), martil, tali ris, jaring pengaman,
camera digital, tongkat skala, horiba
water cecker (HWC)/alat pengukur
kualitas air, secchi disk, kain (3 x 3 m),
pisau, gunting dan spidol.
2.1.2 Bahan-bahan Penelitian
Bahan yang digunakan pada
penelitian ini adalah bibit rumput laut,
aquadest, tissue, tali rafia, nylon cable,
bambu dan fiber plastik.
2.2 Metode Penelitian
Metode penelitian yang
digunakan adalah metode eksperimen,
yaitu suatu metode mengadakan
kegiatan percobaan untuk melihat suatu
hasil atau hubungan kausul antara
variable-variabel yang diselidiki. Tujuan
eksperimen adalah untuk menemukan
hubungan sebab dan akibat antara
variabel (Muhammad, 1992). Penelitian
eksperimen adalah penelitian yang
dilakukan dengan mengadakan
manipulasi terhadap objek penelitian
dan adanya kontrol (Natzir, 1983).
2.3 Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan acak kelompok (RAK) yang
8 | Artikel Skripsi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UB
disusun dengan menggunakan 4
perlakuan dan 4 kali ulangan.
2.4 Parameter Uji
2.4.1 Pertumbuhan Mutlak
Pertumbuhan mutlak merupakan
suatu selisih pertumbuhan antara
pertumbuhan pada waktu tertentu (Wt)
dan pertumbuhan waktu awal (Wo)
(Affandie, et.al., 2002 dalam Amiluddin,
2007) dengan rumus :
Pertumbuhan Mutlak = Wt1 – Wt0
Dimana : Wt1 = pertumbuhan pada
waktu t dan Wt0 = pertumbuhan waktu
awal
2.4.2 Laju Pertumbuhan
Pengukuran dan penghitungan
bobot rumput laut sangat penting karena
berhubungan erat dengan laju
pertumbuhan yang akan digunakan
sebagai parameter utama dalam
penelitian ini. Untuk mengetahui laju
pertumbuhan dihitung dengan
menggunakan rumus menurut Amin,
et.al., (2005) berikut
G = (Wt/Wo )1/t x 100%
Dimana : G = laju pertumbuhan harian
t = lama penanaman, Wt = berat
tanaman saat t hari; 1 = konstanta, dan
Wo = berat tanaman awal.
2.5 Analisa Data
Data yang diperoleh dari hasil
penelitian, dianalisa secara statistik
dengan menggunakan analisa
keragaman (Uji BNT) sesuai dengan
rancangan yang digunakan rancangan
acak kelompok (RAK). Analisa yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
sidik ragam yaitu suatu cara untuk
menguraikan ragam total menjadi
komponen ragam. Bila F Hitung > F 5%,
maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata
Terkecil (BNT) pada tingkat
kepercayaan 95%.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Pertumbuhan Mutlak
Hasil penelitian mengenai
pertumbuhan mutlak dari Eucheuma
cottonii dapat dilihat pada Gambar 1
berikut :
Gambar 1. Pertumbuhan Mutlak
Eucheuma Cottonii
Dari analisa sidik ragam dan uji BNT
menunjukkan perlakuan yang berbeda
sangat nyata sehingga diperoleh
persamaan regresi linier y = 125.07–
2.42x, dengan R2 = 0,99 dan hasil
tersebut dapat dilihat pada Gambar 2
berikut :
Gambar 2. Regresi Linier Pertumbuhan
Mutlak Eucheuma cottonii
9 | Artikel Skripsi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UB
3.2 Laju Pertumbuhan
Hasil penelitian mengenai laju
pertumbuhan dari Eucheuma cottonii
dapat dilihat pada Gambar 3 berikut :
Gambar 3. Laju Pertumbuhan
Eucheuma cottonii
Dari analisa sidik ragam dan uji BNT
menunjukkan perlakuan yang berbeda
sangat nyata sehingga diperoleh
persamaan regresi linier y = 108.53–
0.17x, dengan R2 = 0,97 dan hasil
tersebut dapat dilihat pada Gambar 4
berikut :
Gambar 4. Regresi Linier Laju
Pertumbuhan Eucheuma cottonii
Berdasarkan data hasil penelitian
yang diperoleh pada data pertumbuhan
mutlak dan laju pertumbuhan
menunjukkan bahwa dari minggu ke
minggu pertumbuhan Eucheuma cottonii
mengalami peningkatan pertumbuhan
yang signifikan. Hal tersebut dapat
diamati pula pada grafik pertumbuhan
yang cenderung mengalami
peningkatan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang sangat nyata dari tiap
perlakuan jarak ikat tanam. Dimana
hasil yang memberikan pertumbuhan
mutlak dan laju pertumbuhan paling
tinggi adalah perlakuan A (jarak ikat
tanam 15 cm) dan yang paling rendah
adalah perlakuan D (jarak ikat tanam 30
cm). Hal tersebut sangat erat kaitannya
dengan daya ikat antar rumput laut pada
saat terhempas gelombang dan arus
laut. Karena semakin erat ikatan
sesama rumput laut maka kesempatan
untuk tumbuh dan berkembang semakin
tinggi. Thallus yang menjadi faktor
utama dalam pertumbuhan
membutuhkan perlindungan tersendiri
dari hempasan gelombang dan arus laut
sehingga akan sulit terjadi kerontokan
thallus pada saat terjadi gelombang dan
arus. Sebaliknya apabila jarak ikat
tanam lebih renggang maka daya tahan
terhadap hempasan gelombang dan
arus akan semakin rendah/kecil. Hal ini
akan menyebabkan lebih mudah terjadi
kerontokan pada thallus saat terjadi
hempasan gelombang dan arus laut.
Menurut Sutjiptorahadi, (1996)
menyatakan bahwa pada metode lepas
dasar pertumbuhan Eucheuma cottonii
sangat tergantung dari kualitas perairan
dan jarak ikat tanam yang diterapkan.
10 | Artikel Skripsi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UB
Semakin kecil jarak ikat tanam maka
akan memberikan suatu keuntungan
pada daya ikat antar bibit pada saat
adanya gelombang laut. Hal ini
diperjelas oleh pernyataan Rusman,
(2009) bahwa pertumbuhan bibit
Eucheuma cottonii pada jarak tanam
yang rendah dengan metode lepas
dasar berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan bibit.
Hal tersebut disebabkan oleh beberapa
faktor, baik faktor pendukung maupun
faktor penghambat. Adapun beberapa
faktor pendukung yang dimaksudkan
adalah sebagai berikut :
 Arus pada perairan Teluk Gerupuk
pada saat penelitian yang cukup
besar berkisar antara 1/10–1/30 m/s.
Hal tersebut dapat memberikan
pengaruh pada pergantian oksigen
secara berkelanjutan, baik karena
arus bawah pada saat pasang
maupun arus atas pada saat air laut
surut, menurut Mubarak (1999)
dalam Amin, et.al., (2005)
menyatakan kondisi perairan yang
optimum untuk budidaya Eucheuma
sp. adalah kecepatan air sekitar 20–
40 cm/dtk
 Kecerahan yang cukup tinggi dapat
memberikan pengaruh yang besar
terhadap pertumbuhan E. cottonii.
Kecerahan di lokasi penelitian
berkisar antara 80-100% pada saat
surut dan antara 50-70% pada saat
pasang. Kedalaman tempat alga
tumbuh juga berbeda-beda,
bergantung pada tingkat kejernihan
air laut. Semakin jernih air laut,
semakin besar pula kemungkinan
ditemukannya alga di perairan yang
lebih dalam (Susanto, 2009). Dari
kecerahan tersebut dapat
memberikan penyerapan dari cahaya
matahari yang digunakan dalam
proses fotosintesis yang tinggi pula.
Terutama sinar merah yang sangat
dibutuhkan oleh rumput laut untuk
proses pembakaran energi yang ada
untuk energi pertumbuhan.
 Gelombang yang menjadi faktor
pengadukan mineral di perairan
berkisar antara 20/200–40/200 cm/s,
yang dapat memberikan efek
pengadukan yang cukup tinggi untuk
penyebaran mineral secara merata
pada lingkungan perairan. Rusman
(2009) menyatakan bahwa
gelombang dan arussangat berperan
penting dalam proses distibusi
mineral dalam perairan dengan
kisaran optimal 20-40 cm/s.
 Selain faktor tersebut di atas, adapun
faktor pendukung lainnya yaitu : suhu
yang berkisar antara 24 – 27OC,
kandungan oksigen terlarut (DO)
yang berkisar antara 4 -13 ppm, pH
yang berkisar antara 6,5 – 8,
sedangkan untuk salinitas berkisar
antara 29 – 31 O/OO yang dapat
mendukung untuk pertumbuhan yang
optimal bagi E. cottonii. Mubarak
(1999) dalam Amin, et.al, (2005)
menyatakan kondisi perairan yang
11 | Artikel Skripsi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UB
optimum untuk budidaya Eucheuma
sp. adalah dasar perairan cukup
keras, tidak berlumpur, kisaran
salinitas 28-34 ppt (optimum 33 ppt),
suhu air berkisar 20-280C dengan
fluktuasi harian maksimal 40C,
kecerahan tidak kurang dari 5 m
Dari perhitungan regresi yang
diperoleh, pertumbuhan rumput laut
Eucheuma cottonii menunjukkan
perbedaan dengan pertumbuhan pada
ikan secara umumnya yang
menunjukkan pertumbuhan yang
cenderung membentuk kurva kuadratik.
Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan
Eucheuma sp. yang semakin hari
semakin meningkat tanpa ada
pertumbuhan yang melambat samapi
titik panen. Petumbuhan ini ditandai
dengan makin banyaknya thallus yang
berkembang. Trono, (1974) dalam
Amin, et.al., (2005) menyatakan bahwa
makin besar gerakan air, makin banyak
difusi yang menyebabkan proses
metabolisme semakin cepat serta
mengakibatkan pertumbuhan tanaman
semakin cepat. Selain itu, arus berfungsi
menghomogenkan massa air sehingga
fluktuasi salinitas, suhu, pH, dan zat-zat
terlarut dapat dihindari. Lebih jelas
diungkapkan oleh Amin, et.al, (2005)
bahwa apabila arus yang diperoleh
sama pada tiap bagian tali rentang,
maka kesempatan untuk tumbuh akan
sama, baik untuk thallus yang berada di
bagian tepi maupun thallus yang berada
di bagian tengah. Dari hal tersebut
pertumbuhan rumput laut terletak pada
pertambahan perkembangan dari jumlah
thallus yang semakin banyak tumbuh.
3.3 Kelulushidupan E. cottonii
Tingkat kelulushidupan dari
rumput laut Eucheuma cottonii di
perairan Lombok Selatan dapat
dikategorikan 100% mampu bertahan
hidup apabila dilihat dari data yang
diperoleh selama penelitian dapat dilihat
pada Gambar 5 berikut :
Gambar 5. Kelulushidupan E. cottonii
Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa tiap perlakuan
(jarak ikat tanam 15 cm, 20 cm, 25 cm
dan 30 cm) memberikan tingkat
kelulushidupan yang seragam yaitu
100%. Hal tersebut berarti perairan
Teluk Gerupuk yang digunakan sebagai
lokasi penelitian memiliki potensi yang
sangat tinggi untuk budidaya Eucheuma
cottonii karena mampu memberikan
tingkat kelulushidupan yang seragam
pada tiap perlakuan jarak ikat tanam.
Hal ini disebabkan oleh kualitas perairan
Teluk Gerupuk yang mendukung untuk
kelangsungan hidup bibit Eucheuma
12 | Artikel Skripsi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UB
cottonii yang ditanam. Terutama dari
arus dan ombak yang relatif tenang dan
kecerahan yang tinggi untuk tanaman
dapat melakukan kegiatan fotosintesis
dalam menghasilkan energi. Sehingga
thallus dapat tumbuh dengan subur.
Menurut Samsuarip, (2006) menyatakan
arus dan ombak yang berkekuatan
besar dapat menyebabkan kerusakan
pada tanaman seperti patah, atau
terlepas dari substratnya. Selain itu
penyerapan zat hara dapat terhambat
karena belum sempat diserap telah
dibawa kembali oleh arus. Sedangkan
menurut Rusman, (2009) menyatakan
kelulushidupan Eucheuma cottonii
tergantung dari intensitas cahaya
matahari dalam fotosintesis dan
besarnya arus serta ombak yang dapat
menyebabkan thallus rontok atau patah.
Namun dalam kurun waktu satu
tahun perairan Teluk Gerupuk memiliki
tingkat kesuburan yang berbeda, yaitu
pada saat musim sebelum penghujan,
musim penghujan dan musim setelah
penghujan. Dimana sebelum musim
penghujan tingkat kesuburan perairan
sangat tinggi karena belum terbanyak
endapan lumpur yang dapat
menghambat pertumbuhan dari rumput
laut. Pada saat musim penghujan
tingkat pertumbuhan rata-rata dari
rumput laut sangat rendah disebabkan
banyaknya endapan lumpur pada saat
hujan. Lumpur yang terdapat di daratan
akan terbawa turun oleh air hujan
menuju tempat penanaman rumput laut.
Sedangkan pada saat musim setelah
penghujan tingkat pertumbuhan dan
kelulushidupannya mulai stabil lagi
karena mulai berkurangnya endapan
lumpur terbawa oleh hujan. Ambas,
(2006) menyatakan bahwa dasar
perairan yang berlumpur dapat
mengakibatkan kekeruhan yang sangat
tinggi sehingga akan dapat
mengganggu proses fotosíntesis karena
mampu menurunkan penetrasi cahaya
yang akan menuju perairan.
Hal tersebut di atas yang
menjadi pertimbangan para
pembudidaya rumput laut untuk
menanamkan usahanya di perairan
Lombok dengan metode lepas dasar.
Selain itu wilayah yang sangat jauh dari
transportasi merupakan alasan lain
untuk para pembudidaya melakukan
usahanya di perairan tersebut. Namun,
akhir-akhir ini merupakan suatu program
khusus dari Departemen Kelautan dan
Perikanan khususnya Balai Budidaya
Laut (BBL)–Lombok untuk melakukan
pengembangan budidaya rumput laut
dari jenis Eucehuma cottonii, Ptilophora
sp., dan Gelidium amansii dalam rangka
pengembangan dunia perikanan dari
hasil non-ikan.
3.4 Kualitas Air
Data kualitas air yang diperoleh
selama penelitian berlangsung dapat
dikategorikan kualitas air dari perairan
Lombok Selatan khususnya Teluk
Gerupuk sangat memungkinkan untuk
adanya usaha budidaya rumput laut baik
13 | Artikel Skripsi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UB
dari jenis Eucehuma cottonii, Ptilophora
sp., maupun Gelidium amansii dapat
dilihat pada gambar 6 berikut :
Gambar 6. Kualitas Air Harian
Dari gambar di atas dapat dilihat
bahwa kisaran dari nilai tersebut dapat
dikategorikan sangat cocok untuk
budidaya rumput laut secara umumnya
sesuai dengan kisaran rata-rata kualitas
air yang dibutuhkan Eucheuma cottonii
untuk dapat hidup dan berkembang. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Mubarak
(1999) dalam Amin, et.al, (2005) bahwa
kondisi perairan yang optimum untuk
budidaya Eucheuma sp. adalah
kecepatan air sekitar 20–40 cm/dtk,
dasar perairan cukup keras, tidak
berlumpur, kisaran salinitas 28-34 ppt
(optimum 33 ppt), suhu air berkisar 20-
280C dengan fluktuasi harian maksimal
40C, kecerahan tidak kurang dari 5 m.
Sedangkan Samsuarip (2006)
menyatakan bahwa selain harus
dipertimbangkan kelayakan lokasi, juga
perlu diperhatikan daya dukung lahan
yang meliputi dasar perairan agak keras
yang terdiri dari pasir dan karang serta
bebas dari lumpur, pada waktu surut
masih digenangi air dengan kedalaman
antara 30–60 cm, kejernihan air tidak
kurang dari 5 cm, kisaran kadar garam
28–34 o/oo, pH air antara 7–9,
mengandung cukup makanan berupa
makro dan mikro nutrien dan suhu air
(20–28OC) dengan fluktuasi harian
maksimum 4OC.
Namun, sudah dijelaskan
sebelumnya yang menjadi masalah
pada budidaya rumput laut di perairan
Lombok Selatan secara umumnya
adalah masalah endapan lumpur yang
tergolong banyak. Oleh karena itu, perlu
adanya suatu langkah khusus untuk
penanggulangan masalah tersebut serta
adanya bulan-bulan tertentu yang tidak
bisa ditanami rumput laut yaitu pada
saat musim penghujan karena tingkat
kesuburan dari perairan tersebut sangat
rendah.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang
dilakukan terhadap laju pertumbuhan
Eucheuma cottonii, dapat diambil
beberapa kesimpulan bahwa :
• Pertumbuhan Eucheuma cottonii
sangat tergantung dari tingkat
kesuburan perairan dan dasar
perairan yang akan menjadi lokasi
tanam rumput laut tersebut
• Pertumbuhan mutlak dari
Eucheuma cottonii hasil penelitian
menunjukkan bahwa perlakuan A
(dengan jarak bibit 15 cm) memiliki
tingkat pertumbuhan paling tinggi
14 | Artikel Skripsi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UB
dan perlakuan D (dengan jarak
tanam 30 cm) memiliki
pertumbuhan paling rendah dengan
nilai R2 = 0,99 dan R2 = 0,97
dengan persamaan regresi linier
adalah y = 125,07–2,424x dany =
108,53–0,177x
4.2 Saran
Dari hasil penelitian ini penulis
menyarankan bahwa :
• Dari perlakuan yang diberikan pada
percobaan penelitian ini, penulis
menyarankan agar dalam budidaya
Eucheuma cottonii dengan metode
lepas dasar untuk menerapkan
jarak ikat tanam 15 cm dengan
bobot tanam 100 gram
• Selain itu perlu juga adanya
penelitian mengenai musim tanam
yang berbeda bagi rumput laut,
karena tiap tahun perairan memiliki
kandungan nutrisi yang berbeda.
Antara sebelum musim penghujan,
pada saat musim hujan dan setelah
musim hujan
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 2009a. Hasil Kajian
Potensi Rumput Laut di
Kabupaten Rote Ndao.
Perkembangan Ekonomi Makro
Regional. Kupang. 36 Hal.
----------------, 2009b. Aspek Produksi
Budidaya Rumput Laut. kliping
dunia ikan dan mancing.htm.
Wordpres.com. 4 hal.
Ambas, Irvan. 2006. Pelatihan
Budidaya Laut (COREMAP
FASE II KAB. SELAYAR) ;
Budidaya Rumput Laut.
Yayasan Mattirotasi. Makasar. 5
hal.
Amiluddin, N.M. 2007. Kajian
Pertumbuhan dan Kandungan
Karaginan Rumput Laut
Kappaphycus alvarezii yang
Terkena Penyakit Ice Ice di
Perairan Pulau Pari Kepulauan
Seribu. Sekolah Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
15 hal.
Amin, T. P., Rumayar, Femmi N.F., D.
Kemur dan IK Suwitra. 2005.
Kajian Budidaya Rumput Laut
(Eucheuma cotonii) dengan
Sistem dan Musim Tanam
yang Berbeda di Kabupaten
Bangkep Sulawesi Tengah.
Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Sulawesi Tengah.
Jurnal Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi
Pertanian Vol. 8, No.2, Juli 2005
: 282-291
Anggadiredja, J.T., Achmad, Z., Heri, P.,
dan Sri I. 2006. Rumput Laut;
Pembudidayaan, Pengolahan
dan Pemasaran. Penebar
Swadaya. Jakarta. 50 hal.
Aslan, Laode. 1998. Budidaya Rumput
Laut. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta. 46 hal
Bawa, A.A., Bawa Putra dan Ida Ratu,
L. 2007. Penentuan pH
Optimum Isolasi Karaginan
Dari Rumput Laut Jenis
(Eucheuma cottonii). Jurnal
Kimia. Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Udayana, Bukit
Jimbaran. 14 hal.
Kamlasi. 2009. Budidaya Eucheuma
cottonii. Thesis.rtf. 25 hal.
Muhammad, S. 1992. Diktat Kuliah
Dasar-Dasar Metodologi
Penelitian dan Rancangan
Percobaan. . LUW / UNIBRAW/
15 | Artikel Skripsi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UB
FISH Fisheries Project Malang.
137 hal.
Natzir, M. 1998. Metode Penelitian.
Cetakan III Ghalia Indonesia.
Jakarta. 622 hal.
Nazam, Prisdiminggo dan Arief
Surahman. 2004. Dampak
Pengkajian Budidaya Rumput
Laut Di Nusa Tenggara Barat.
Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian NTB. 31 hal.
Putra, W. A. 2008. Budidaya Rumput
Laut. Agromania Group. Pejaten
Barat. Jakarta Selatan. 6 hal.
Rusman. 2009. Teknis Demplot
Budidaya Rumput Laut. DKPBalai
Budidaya Laut (BBL)
Lombok. Nusa Tenggara Barat.
98 hal.
Samsuarip. 2006. Karakterisasi
karaginan Eucheuma cottonii
pada berbagai umur panen,
konsentrasi KOH dan lama
ekstraksi. Dinas Kelautan dan
Perikanan, Kabupaten
Jeneponto. Flores. 23 hal.
Sutjiptorahadi, B. 1996. Budidaya
Eucheuma cottonii. Balai
Kajian Laut. Magelang. Jawa
Tengah. 24 hal.
Susanto. 2009. Alga Merah
Pengungkap Kebenaran
Taksonomi. Kebenaran Itu
Tidak Memihak. Koran Ibukota.
Jakarta. 40 hal.
Syafikri, Dedi. 2009. Prospek Budidaya
Rumput Laut Dalam
Mendukung Pembangunan
Ekonomi Berbasis Kelautan di
Kabupaten Sumbawa.
Manajemen Perencanaan dan
Pengelolaan Sumberdaya
Kelautan Program Paca Sarjana
Universitas Diponegoro.

3 komentar: